“Cokaiba”
Tradisi
Maulid Nabi di Desa Bicoli
Saat ini kita masih
diliputi suasana bahagia dalam menyambut perayaan hari kelahiran Nabi besar Nabi
Muhammad SAW, momentum keagamaan ini
diperingati oleh masyarakat setempat dengan berbagai macam tradisi di daerahnya
masing-masing. Kali ini mari kita tengok Tradisi Maulid Nabi yang ada di Desa
Bicoli.
Mungkin teman-teman
sudah pernah memiliki pengalaman tentang Cokaiba. Cokaiba memiliki banyak versi
dalam penyebutannya (Cokaiba/Cukaiba/Cakaiba/Cogoipa), tak hanya itu dalam
prosesi pelaksanaanya pun terdapat beberapa perbedaan kecil yang mencirikan
keunikan tiap-tiap daerah. Namun kali ini saya ingin mengajak teman-teman untuk
sedikit melihat lalu membayangkan seperti apa Tradisi Cokaiba yang ada di Desa
Bicoli melalui tulisan saya ini.
Sekedar
memperkenalkan, Tradisi ini berasal dari tiga negeri yang ada di dua kabupaten
di Pulau Halmahera yaitu, Halmahera Tengah (Weda dan Patani) dan Halmehera
Timur (Maba), ketiga negeri ini selanjutnya dikenal dengan nama Gamrange. Sedangkan
Bicoli merupakan salah satu daerah yang berada di bawah wilayah Kecamatan Maba
Selatan, Kabupaten Halmahera Timur, Provinsi Maluku Utara.
Fagogoru |
Tradisi Cokaiba di
Bicoli dilaksanakan selama satu minggu atau paling cepat tiga hari. Tradisi ini
dimulai dengan pembacaan ayat-ayat suci al-quran pada malam hari dan kesokkan
harinya para Cokaiba akan keluar untuk berlari keliling kampung pada pukul
05:30 sebagai tanda bahwa Tradisi Cokaiba telah dimulai. Selama perayaan ini
berlangsung, warga setempat tidak akan bisa beraktifitas sebagaimana biasanya,
kenapa? Iya, karena saat-saat itu para Cokaiba akan berkeliaran di seluruh
pelosok kampung untuk menjaga dan mengawasi suasana perkampungan.
Istilah
Cokaiba merujuk pada orang-orang yang berpenampilan aneh dan tak biasa selama
hari perayaan Maulid Nabi. Ada tiga model Cokaiba, yang pertama ada Cokaiba adat, Cokaiba ini bertugas untuk
memberitahukan kepada masyarakat tentang awal dan akhir perayaan Cokaiba serta
sesekali menjemput rombongan tamu yang datang dari luar daerah untuk dimintai
oleh-oleh. Yang kedua, Cokaiba Daran,
Cokaiba ini terkenal dengan sifatnya yang sangat agresif dan jahat, sesuai
dengan namanya Daran yang dalam Bahasa
Daerah Bicoli diartikan sebagai orang yang jahat dan suka memukul. Cokaiba Daran akan berkeliaran sambil
membawa sebilah kayu/pentungan di tangannya yang digunakan sebagai alat untuk
memukul musuh. Cokaiba yang selanjutnya ialah Cokaiba Pece, Model Cokaiba yang satu ini lebih ekstrim dan bahkan
lebih ditakuti ketimbang dua Cokaiba lainnya. Sekilas Cokaiba Pece memang terlihat menakutkan, sekujur tubuh mereka di
baluri dengan pece (lumpur hitam yang diambil di daerah rawa), hingga wajah
mereka tidak dapat dikenali lagi, selain itu terkadang mereka menambahkan
aksesoris seperti daun-daun kering yang diikatkan pada kepala dan bagian
pinggang. Dalam beraksi, Cokaiba Pece
akan membawa sekantung lumpur di tangannya yang berfungsi sebagai alat untuk
menyerang musuh, Pece itu biasanya akan dioleskan pada tangan, wajah dan
beberapa bagian tubuh musuh.
Model Cokaiba Adat |
Musuh
para Cokaiba ini ialah warga setempat yang keluar rumah dengan berpakaian biasa
baik itu anak kecil, remaja bahkan sampai orang dewasa. Berbeda dengan ketiga model
Cokaiba di atas, adapulah Cokaiba Garap
(yang berrati lucu/jenaka dalam dialek Maluku Utara). Jiakalau ketiga Cokaiba
diatas identik dengan pasukan dalam peperangan yang agresif, Cokaiba Garap
lebih menonjolkan sifat penghiburnya, orang yang menjadi Cokaiba ini akan
berpenampilan yang sangat unik dan sembarangan layaknya badut, beberapa ada
yang berdandan seperti banci, ada yang memakai topeng dan adapula yang memakai
seragam sekolah. Kehadiran Cokaiba ini ialah untuk menghibur warga terutama
anak-anak. Cokaiba ini biasanya beratraksi di depan warung dan pertokoan yang
ada di sepanjang jalan dengan maksud agar diberi makan atau cemilan-cemilan
oleh pemilik tokoh.
Model Cokaiba Pece |
Meskipun
begitu, demi mejaga agar aktifitas warga tidak terlalu tertekan, biasanya
dibuat beberapa aturan yaitu, Cokaiba tidak diperkenankan mengganggu anak-anak
yang masih berseragam sekolah, para pegawai perkantoran yang sedang menjalankan
aktifitasa di perkantorannya, serta acara-acara formal lainnya. Lamanya aksi
Cokaiba dibatasi mulai dari jam 06:00 pagi sampai pada pukul 06:00 pada petang
hari. Bila ada oknum Cokaiba yang melanggar maka ia akan diberikan sanksi oleh
para tetua adat. Tradisi ini menimbulkan berbagai reaksi yang beragam bagi
orang-orang yang kebetulan berkunjung. Tak sedikit dari mereka yang kebingungan
bahkan marah ketika mendapat perlakuan yang kurang santun dan tidak berempati.
Sama halnya prosesi pembukaan, pada malam terakhir perayaan ini dilakakukan
pengajian bersama dan pada saat itu akan muncul banyak Cokaiba Garap, tujuan
para Cokaiba ini ialah untuk mencuri hidangan para tetua adat yang sedang duduk
mengaji dan sekaligus menghibur warga masyarakat yang hadir pada saat itu.
Gerakan Cokaiba Pece dalam memantau musuh |
Satu
hal yang agak menonjol dalam Tradisi Cokaiba di Bicoli ini, mungkin di beberapa
daerah seperti Weda, Patani dan Maba lebih banyak berkreasi dalam bidang
fashion atau kostum Cokaiba-nya, Tradisi Cokaiba di Bicoli lebih didominasi
oleh Cokaiba Pece, artinya jenis Cokaiba ini lebih memiliki banyak peminat di
kalangan Pemuda Bicoli ketimbang tiga model Cokaiba lainnya. Hal ini
dikarenakan banyak pemuda maupun remaja yang memanfaatkan momentum Cokaiba ini
untuk menjaili teman-temannya dan bahkan untuk membalas dendam baik itu
terhadap teman-teman maupun para gadis-gadis desa. Terlebih lagi mereka yang
pernah ditolak cintanya.
Resiko
bagi warga yang tertangkap oleh parah Cokaiba Pece ini sangat-sangat menyayat
hati, kenapa? Karena orang yang tertangkap ini sudah harus mempersiakan diri
untuk digosok tangan dan wajahnya dengan Pece (lumpur yang dibawa oleh para
Cokaiba). Agak miris bukan???.
Belum
lagi tidak ada alasan bagi seseorang untuk bisa mengelak, makannya warga sangat
berhati-hati dalam menjalankan aktifitasnya. Selama pelaksanaannya suasana desa
terasa sunyi dan mencekam, warga lebih memilih untuk menutup pintu rumah
rapat-rapat dan mengurung diri dalam rumah. Yang terlihat hanyalah para pasukan
Cokaiba yang berkeliaraan di pelosok desa dan siap menerkam setiap orang yang
keluar rumah tanpa ampun. Meskipun begitu tradisi ini selalu disambut dengan
penuh antusiasme oleh warga setiap tahunnya.
Coba
teman-teman bayangkan, menarik bukan!! Posisikan diri teman-teman berada di
tengah-tengah areah perang yang sedang berlangsung dengan ganasnya. Dimana pada
saat itu tidak ada kebebasan sama sekali, tidak ada belas kasih, simpati dan
kekuatan untuk berontak di pangkas habis-habisan. Ini yang akan teman-teman
rasakan jikalau teman-teman berada di lokasi Cokaiba.
Sekian!!!
Sampai Jumpa lagi di tulisan-tulisan yang berikutnya!!
Jangan lupa tonton video prosesi pelaksanaan cokaibanya ya ...
Jangan lupa like juga, komen sama Subscribe. Oke !!
Jangan lupa tonton video prosesi pelaksanaan cokaibanya ya ...
Jangan lupa like juga, komen sama Subscribe. Oke !!