Sunday, February 9, 2020

Puisi untuk BICOLI HALMAHERA TIMUR


Syair Tanah Tua
Negeri Matahari Terbit dan Terbenam
Semakin jauh membayang, Tanah Woso yang makin menua

Ku tatap sendu, penuh rindu
Semilir angin yang berhembus
Yang membawa luka jadi riang tawa, Sowoli ku yang asri nan indah, Sil yang memeluk Cef dengan mesranya
Deburan ombak yang berirama, Pulau Woto menyapa, pecah gelombang di ujung mata
Dodomi di kubur mama di sana

Pusaran angin di delapan penjuru mata angin
Anak negeri Fagogoru berceritra
Sejak bangun hingga senja
Ku saksikan wajah-wajah Syurga dalam kilatan cahaya


Lalu dengan apa akan ku ajak kau untuk datang menyapa
Sementara bujuk rayuku tak lagi sempurna

Dengar..!! Dengarkanlah
Syair-syair lala yang didendangkan mama tua
Lalu Kabata
Mantra-mantra suci yang terucap di bibir Tete yang duduk bersilah memejamkan mata
Cokaiba Masih ada
Darah masih merah

Jangan lupa
Tertuang dalam lembar-lembar kertas tua

Ketika dentuman tifa di Lolos Woso bergemuruh
Ketika Loe Encowol berdiri sekokoh langit
Ketika Mon Rewele mendekapmu
Kita adalah raja

Jangan banyak bertingkah, atau akan ku panggil paksa, roh-roh leluhur di bukit tua, tanah moyang kau anggap apa, Lolos Woso tidak bicara, sekali murka, setelahnya tiada

Oh Negeri Tercinta

Di atas telapak kaki yang tua, sepanjang pesisir di ufuk selatan Halmahera
Warisan Sangaji dan para kapita,
Momole di waktu berjaya,
Jainal Abidin Syah Pernah di sana, Memerintah di balik bukit dengan Gagah Perkasa
Bagaimana tidak, di pusaran Konflik mainan Hindia Belanda, Pasukan Gamrange siap taruh nyawa
Suba Tuan Tanah

Lalu kembali menutup mata

Tidaak
Ku lihat dengan mata, kalian bicara atas nama tanah tumpah darah, aku diam saja,
Ku lihat kalian pulang bawa nama, aku diam saja
Saling silang marajalela, injak saudara ganti nama, awas saja, saya orang pertama
Yang akan duduk memulai perkara
 
Oh Fagogoru
Sopan re hormat, budi re bahasa, ngaku re rasai
Legasi histori di tanah para kapita

No comments:

Post a Comment