Sunday, December 10, 2017

Tradisi Cokaiba di Bicoli



                              

Cokaiba
Tradisi Maulid Nabi di Desa Bicoli

Saat ini kita masih diliputi suasana bahagia dalam menyambut perayaan hari kelahiran Nabi besar Nabi Muhammad SAW, momentum keagamaan ini diperingati oleh masyarakat setempat dengan berbagai macam tradisi di daerahnya masing-masing. Kali ini mari kita tengok Tradisi Maulid Nabi yang ada di Desa Bicoli.

Mungkin teman-teman sudah pernah memiliki pengalaman tentang Cokaiba. Cokaiba memiliki banyak versi dalam penyebutannya (Cokaiba/Cukaiba/Cakaiba/Cogoipa), tak hanya itu dalam prosesi pelaksanaanya pun terdapat beberapa perbedaan kecil yang mencirikan keunikan tiap-tiap daerah. Namun kali ini saya ingin mengajak teman-teman untuk sedikit melihat lalu membayangkan seperti apa Tradisi Cokaiba yang ada di Desa Bicoli melalui tulisan saya ini.

Sekedar memperkenalkan, Tradisi ini berasal dari tiga negeri yang ada di dua kabupaten di Pulau Halmahera yaitu, Halmahera Tengah (Weda dan Patani) dan Halmehera Timur (Maba), ketiga negeri ini selanjutnya dikenal dengan nama Gamrange. Sedangkan Bicoli merupakan salah satu daerah yang berada di bawah wilayah Kecamatan Maba Selatan, Kabupaten Halmahera Timur, Provinsi Maluku Utara.
Fagogoru

Tradisi Cokaiba di Bicoli dilaksanakan selama satu minggu atau paling cepat tiga hari. Tradisi ini dimulai dengan pembacaan ayat-ayat suci al-quran pada malam hari dan kesokkan harinya para Cokaiba akan keluar untuk berlari keliling kampung pada pukul 05:30 sebagai tanda bahwa Tradisi Cokaiba telah dimulai. Selama perayaan ini berlangsung, warga setempat tidak akan bisa beraktifitas sebagaimana biasanya, kenapa? Iya, karena saat-saat itu para Cokaiba akan berkeliaran di seluruh pelosok kampung untuk menjaga dan mengawasi suasana perkampungan.


Istilah Cokaiba merujuk pada orang-orang yang berpenampilan aneh dan tak biasa selama hari perayaan Maulid Nabi. Ada tiga model Cokaiba, yang pertama ada Cokaiba adat, Cokaiba ini bertugas untuk memberitahukan kepada masyarakat tentang awal dan akhir perayaan Cokaiba serta sesekali menjemput rombongan tamu yang datang dari luar daerah untuk dimintai oleh-oleh. Yang kedua, Cokaiba Daran, Cokaiba ini terkenal dengan sifatnya yang sangat agresif dan jahat, sesuai dengan namanya Daran yang dalam Bahasa Daerah Bicoli diartikan sebagai orang yang jahat dan suka memukul. Cokaiba Daran akan berkeliaran sambil membawa sebilah kayu/pentungan di tangannya yang digunakan sebagai alat untuk memukul musuh. Cokaiba yang selanjutnya ialah Cokaiba Pece, Model Cokaiba yang satu ini lebih ekstrim dan bahkan lebih ditakuti ketimbang dua Cokaiba lainnya. Sekilas Cokaiba Pece memang terlihat menakutkan, sekujur tubuh mereka di baluri dengan pece (lumpur hitam yang diambil di daerah rawa), hingga wajah mereka tidak dapat dikenali lagi, selain itu terkadang mereka menambahkan aksesoris seperti daun-daun kering yang diikatkan pada kepala dan bagian pinggang. Dalam beraksi, Cokaiba Pece akan membawa sekantung lumpur di tangannya yang berfungsi sebagai alat untuk menyerang musuh, Pece itu biasanya akan dioleskan pada tangan, wajah dan beberapa bagian tubuh musuh.
Model Cokaiba Adat

Musuh para Cokaiba ini ialah warga setempat yang keluar rumah dengan berpakaian biasa baik itu anak kecil, remaja bahkan sampai orang dewasa. Berbeda dengan ketiga model Cokaiba di atas, adapulah Cokaiba Garap (yang berrati lucu/jenaka dalam dialek Maluku Utara). Jiakalau ketiga Cokaiba diatas identik dengan pasukan dalam peperangan yang agresif, Cokaiba Garap lebih menonjolkan sifat penghiburnya, orang yang menjadi Cokaiba ini akan berpenampilan yang sangat unik dan sembarangan layaknya badut, beberapa ada yang berdandan seperti banci, ada yang memakai topeng dan adapula yang memakai seragam sekolah. Kehadiran Cokaiba ini ialah untuk menghibur warga terutama anak-anak. Cokaiba ini biasanya beratraksi di depan warung dan pertokoan yang ada di sepanjang jalan dengan maksud agar diberi makan atau cemilan-cemilan oleh pemilik tokoh. 
Model Cokaiba Pece
Meskipun begitu, demi mejaga agar aktifitas warga tidak terlalu tertekan, biasanya dibuat beberapa aturan yaitu, Cokaiba tidak diperkenankan mengganggu anak-anak yang masih berseragam sekolah, para pegawai perkantoran yang sedang menjalankan aktifitasa di perkantorannya, serta acara-acara formal lainnya. Lamanya aksi Cokaiba dibatasi mulai dari jam 06:00 pagi sampai pada pukul 06:00 pada petang hari. Bila ada oknum Cokaiba yang melanggar maka ia akan diberikan sanksi oleh para tetua adat. Tradisi ini menimbulkan berbagai reaksi yang beragam bagi orang-orang yang kebetulan berkunjung. Tak sedikit dari mereka yang kebingungan bahkan marah ketika mendapat perlakuan yang kurang santun dan tidak berempati. Sama halnya prosesi pembukaan, pada malam terakhir perayaan ini dilakakukan pengajian bersama dan pada saat itu akan muncul banyak Cokaiba Garap, tujuan para Cokaiba ini ialah untuk mencuri hidangan para tetua adat yang sedang duduk mengaji dan sekaligus menghibur warga masyarakat yang hadir pada saat itu.

Gerakan Cokaiba Pece dalam memantau musuh
Satu hal yang agak menonjol dalam Tradisi Cokaiba di Bicoli ini, mungkin di beberapa daerah seperti Weda, Patani dan Maba lebih banyak berkreasi dalam bidang fashion atau kostum Cokaiba-nya, Tradisi Cokaiba di Bicoli lebih didominasi oleh Cokaiba Pece, artinya jenis Cokaiba ini lebih memiliki banyak peminat di kalangan Pemuda Bicoli ketimbang tiga model Cokaiba lainnya. Hal ini dikarenakan banyak pemuda maupun remaja yang memanfaatkan momentum Cokaiba ini untuk menjaili teman-temannya dan bahkan untuk membalas dendam baik itu terhadap teman-teman maupun para gadis-gadis desa. Terlebih lagi mereka yang pernah ditolak cintanya.
Resiko bagi warga yang tertangkap oleh parah Cokaiba Pece ini sangat-sangat menyayat hati, kenapa? Karena orang yang tertangkap ini sudah harus mempersiakan diri untuk digosok tangan dan wajahnya dengan Pece (lumpur yang dibawa oleh para Cokaiba). Agak miris bukan???.
Belum lagi tidak ada alasan bagi seseorang untuk bisa mengelak, makannya warga sangat berhati-hati dalam menjalankan aktifitasnya. Selama pelaksanaannya suasana desa terasa sunyi dan mencekam, warga lebih memilih untuk menutup pintu rumah rapat-rapat dan mengurung diri dalam rumah. Yang terlihat hanyalah para pasukan Cokaiba yang berkeliaraan di pelosok desa dan siap menerkam setiap orang yang keluar rumah tanpa ampun. Meskipun begitu tradisi ini selalu disambut dengan penuh antusiasme oleh warga setiap tahunnya.
Coba teman-teman bayangkan, menarik bukan!! Posisikan diri teman-teman berada di tengah-tengah areah perang yang sedang berlangsung dengan ganasnya. Dimana pada saat itu tidak ada kebebasan sama sekali, tidak ada belas kasih, simpati dan kekuatan untuk berontak di pangkas habis-habisan. Ini yang akan teman-teman rasakan jikalau teman-teman berada di lokasi Cokaiba.

Sekian!!! Sampai Jumpa lagi di tulisan-tulisan yang berikutnya!! 

Jangan lupa tonton video prosesi pelaksanaan cokaibanya ya ...
Jangan lupa like juga, komen sama Subscribe. Oke !!

Semoga hari-harimu menyenangkan!!!

1 comment: