Friday, November 1, 2019

Rakal-New Cerpen

Rakal

Pukul 10:00 wit pm.
“Woe brengsek, jahannam, anjeeeeeeeeng Lo semua”,  
puffftthhhh... punngggggg..... panggggg.... 
Suasana tak lagi menentu
Reza terpelanting dengan kepala yang penuh darah, emosi ku meningkat, ku tarik kerak baju lawan dan ku hajar sampai hampir tak bernapas.
“Dani awassssss” Teriak Ravel ke arahku. nampaknya dari belakang ada seorang pria yang ingin menendang ku tapi tak sempat, Broken sudah lebih dulu memukulnya dengan kayu. 
Pertempuran begitu sengit. Tiba-tiba terdengar suara  yang tak asing, mobil polisi datang dan kami pun berhamburan menyelamatkan diri. kaki ku lecet terkena paku di jalanan begitu pun Ravel, Reza dan Riski yang terkena lemparan batu di kepala dan tangan.
Tanpa pikir panjang kami pun menuju ke Laguna, salah satu Bar terkenal yang ada di daerah itu, Sebagai bentuk perayaan atas kemenangan. kami memesan beberapa botol bir sekaligus dengan pelayan-pelayan wanitanya. malam Itu kami lalui dengan penuh kegembiraan. Berdarah-darah bahkan hampir mati sudah menjadi makanan sehari-hari tak ada sedikitpun rasa gentar justru itu adalah motivasi untuk menjadi lebih tangguh, maklum kami kaum kiri yang berideologi hukum rimba.
“Hahahahaa berapa orang, yang Lo pukul tadi, hmmm”. Tanya Broken sambil menelan segelas Vodka di tangannya. 
Andi : gue tiga bro
Reza : lima orang kalo gue,
Ravel : hmm kalo gue berapa yaa?? Sambil menaikkan alis mata mengingat-ingat kejadian tadi.
Kalo lo Dan?”. Tangan Broken menunjuk kearah ku, sebagai seorang ketua dalam geng ia selalu melakukan evaluasi rutin untuk menilai kinerja anggota dalam setiap aksi yang dilakukan.
“Hehe kalo gak salah tadi gue empat orang  de. Sialan, padahal gue lagi ngebet banget pengen nonjok bos geng abal-abal itu. Polisi malah keburu datang,”
“Ya udah gak usah dipikirin,” Sela Broken.
“Nanti lain waktu aja, kita hajar mereka sampe mampus, yang penting mereka yang udah K.O, jadi untuk malam ini kita happy-happy aja dulu. oke”. Sambungnya
“Okeee “.  Serentak beramai-ramai.

Keesokan harinya.
Jam dinding menunjukan pukul 10:00 wib, 
 “Anak-anak udah ngumpul ni, Lo dimna Dan?.  Ku tengok isi sms broken di ponsel ku.
Tak lama kemudian ku temui mereka di markas besar tepat di sekretariat BEM Fakultas, iya kami adalah sekumpulan mahasiswa yang memliki kesamaan dalam hal kegemaran dan bakat yang sama, bisa di bilang premanisme, kriminalis, pragmatis,  dan hal-hal yang tidak bermanfaat lainnya sudah menjadi darah dan daging dalam tubuh kami. Tak lengkap hari-hari yang kami lalui tanpa keributan dan kekacauan. Untungnya Ayah broken adalah Rektor di Universitas tempat kami berstudi hingga kami jauh dari kata D.O. Meski berulang kali bertingkah, mulai dari mengerjai dosen, tidak kuliah berbulan-bulan, menggoda gadis-gadis kampus dengan bahasa yang tidak sopan sampai mencuri mobil dinas sang Rektor.

“Gue tunggu disini aja ya, masih ngantuk ne Bro”. Kata ku kepada Broken yang mengajak kami untuk berkeliling siang itu. Sebagai preman dan sekaligus penguasa kampus. Sudah menjadi tugas dan tanggung jawab kami untuk melakukan patroli demi menjaga stabilitas keamanan wilayah teritorial dari gangguan kelompok separatis maupun gerakan-gerakan profokatif lainnya.
“Mbak kopi hitamnya satu ya??”. Sambil menunggu mereka kembali, ku hisap dalam-dalam lalu ku hembuskan beberapa kepulan asap yang berbentuk balon bulat dari mulutku.
“Hmmm.. Benar kata Bung Karno, dengan sebatang rokok dan secangkir kopi ternyata mampu mengguncang dunia”. Dengan pemahaman yang pas-pasan ku coba untuk menjabarkan sedikit makna kalimat tersebut dalam perspektif yang lumayan relevan. Entah apa kata orang.
Tiba-tiba saja ada seorang gadis yang berteriak ke arahku.
 “Mas boleh nggak! Kalo nggak ngerokok disini! Asapnya mengganggu, tau.”
Dengan tatapan kosong penuh keheranan ku perhatikan wajah itu. “Berani sekali ni cewek negor gue? Nggak kenal gue kali ya??” batin ku memberontak dalam kebingungan.
Mengenakan baju dan celana yang sederhana sambil memeluk beberapa buku setebal batu bata didadanya ia pun berlalu dari hadapanku. Dengan perawakannya yang terlihat sangat sopan membuat ku terdiam dan terus memandang ke arahnya.
Sudah seminggu sejak kejadian itu diam-diam ku amati dia dari kejauhan, ternyata namanya Ayu Puspariani, Mahasiswi semester pertama program Studi Manajemen Informatika. Dengan beberapa kebiasaan yang sering ia lakukan ke kampus pukul 08:00  mengikuti kulia, ke kantin, perpustakaan lalu akan pulang pada pukul 05:00 sore dan selalu saja seperti itu. 
“Rupa-rupanya tidak ada yang spesial dalam diri gadis ini” gumamku dalam hati.
Entah kenapa aku selalu memikirkan dia, siang dan malam. Ia menjadi tema yang sulit terurai di pikiranku. Tapi aku yakin ini bukan cinta sebab aku punya banyak wanita diluar sana yang selalu siap menjadi pelipur lara dikala sedih sedang melanda. Aku sadar wanita memang bukan bahan hiburan tapi nafsu bejat tak bertanggung jawab kadang memaksaku melakukannya.

Hari ini hari Saptu dan aku sama sekali tak punya mood, semua terasa hampa. Entahlah mungkin semalam aku kurang tidur. Ku pandang langit biru, wahh ternyata langit tidak biru. Ini musim hujan dan sudah pasti susah untuk menjumpainya.
Cuaca mulai mendung, dan anak-anak tak kunjung datang. akhirnya ku putuskan untuk kembali ke kos.

“Auww” teriakku.
Terasa ada tangan halus yang menyentuh kepalaku. Seluruh badanku terasa sakit dan menggigil, aku kembali terpaku saat ku tahu pemilik tangan itu ialah Ayu, si gadis kutu buku yang suka menghabiskan waktunya berjam-jam di perpustakaan. 
“Gila, ini gak mungkin, kok dia lagi sihh” kataku dalam hati
“Makannya Mas Dani, hidup itu jangan suka cari musuh, kita harus mampu menciptakan ketentraman, keamanan, mempererat tali silahturahim dan yang paling penting kita harus cinta damai, apalagi kita kan mahasiswa, sudah seharusnya kita menunjukan hal-hal yang baik di mata masyarakat” Ayu menasehatiku sambil mengobati luka di sekujur tubuh. 
Aku baru ingat karena sendirian di perjalanan tadi geng lawan mengambil kesempatan untuk balas dendam atas kekalahan mereka.
“Udah Mas, sekarang udah boleh pulang” ucapnya membuyarkan lamunanku
“Emangnya gue dimana ni?? Tanyaku
“Hmm tadi  habis berkelahi Mas pingsan jadi Ayu minta bantu teman-teman buat bawa kesini aja dulu, soalnya Ayu nggak tau Mas tinggalnya dimana”. Jawab Ayu dengan irama yang mendayu-dayu, memicu kontrol sarafku untuk tidur lagi.
“Mampus gue, ni cewek lembutnya kebangatan” gerutuku dalam hati
“Kenapa mas?” tanyanya “kok ngelamun gitu” 
Owh nggak kok, nggak apa-apa.” Dengan terbata-bata ku jawab pertanyaannya lalu aku pun bangkit dan bergegas untuk pulang.
“Makasi ya Yu, Lo uda nolongin gue, sekali lagi makasih ya”. Kataku 
“Gue pamit pulang dulu ya”
“iya sama-sama, hati-hati dijalan ya Mas” jawabnya.
Dan tanpa disadari mulai terjalin keakraban. Sejak saat itu tak terhitung lagi sudah terlewat berapa bulan waktu yang ku habiskan bersama ayu, aku mulai terbiasa dengan sikap dan tingka laku Ayu,  banyak hal yang kami bahas baik itu tentang hobbi, kebiasaan dan beragam topik lainnya, karena sering diajak ayu, aku pun harus merelakan diri terjebak di perpustakaan, semeja berdua di kantin, dan perlahan timbul ketertarikan dengan hal-hal di dunia akademik. Seperti membaca buku. Aktif di kegiatan-kegiatan kampus dan semacamnya.
“Yu, Lo ngerasa ada yang aneh nggak tentang gue??
“Aneh kenapa Mas” jawabnya
“Ya gini, Lo bisa liat sendiri kan, gue bisa duduk  disini bareng Lo, buat ini, itu, ngobrol ini, ngobrol itu”  aku menjelaskan
“Oh itu to masalahnya, itu kan lebih bagus, lebih bermanfaat, daripada keluyuran gak karuan, iya kan” jawabnya.
“Iya si, tapi gue ngerasainnya kayak gimana gitu. Gue kayak gak percaya aja, beda banget tau nggak sama gue yang dulu” 
“Mas.. Mas.. gimana sih  kok mikirnya kayak gitu, ya semoga aja tetap kayak gini, Mas Dani itu harus nyadar kalo ini udah saatnya untuk berubah” jawabnya
“Tapi gini Yu.. 
“Tapi apalagi to Mas, kan udah Ayu bilngin tadi?? memotong ucapanku.   
“Gue itu suka ama Lo Yu. Ngerti nggak!!” upsss.... kata-kata itu pun tergelincir begitu saja dari bibirku, aku terdiam menyadari apa yang baru saja ku katakan begitu pun dengan Ayu. Hening seketika.
“Yu Lo mau nggak jadi pacar gue? Gue udah jatuh hati ama Lo yu. Gue udah coba berkali-kali ngingkarin perasaan ini, tapi tetap aja, gue kagak bisa, aku sayang kamu Ayu.” Lanjutku memecah keheningan. 
“Lo mau kan?, jangan diam aja dong! Plis dijawab, gue janji. gue bakal lakuin semua yang Lo mau. Gue bakalan berubah, gue akan jadi lebih baik Yu.”
“Hmm tapi janji ya. Mas Dani harus berubah, gak boleh kayak dulu-dulu lagi!!”jawabnya lembut
“Pasti Yu. Gue janji, 
“Jadi gimana, Lo udah terima Gue kan.?” 
“Iya.” Jawabnya singkat.
Hari-hariku dipenuhi oleh seribu warna kehidupan, kembalinya satu bagian hidupku yang pernah hilang. “Oh Ayu engkau begitu Ayu”.

Satu pukulan mendarat dipipiku  “auwww” pekikku
“Owhh jadi sekarang Lo udah punya teman baru”. Teriak Broken dihadapanku. Diiringi Andi, Reza, dan Ravel di belakangnya
“Jadi ini alasannya, Lo udah jarang sama kita-kita, hmm penghianat Lo. Nyesal gue punya teman kayak Lo, Bajingggaaaannnn”.
Tanpa mendengar sepatah kata pun keluar dari bibirku mereka langsung pergi begitu saja. Aku pun tak sanggup berbuat apa-apa. Hanya bisa terpaku dan diam.
Otakku bekerja keras memikirkan hal ini. 
Tiba-tiba terdengar teriakan di gerbang fakultas. Seluruh mahasiswa  di hebohkan dengan tawuran antar dua kelompok yang ternyata adalah geng Broken dan musuh bebuyutannya. Dari kejauhan. mata ku menangkap sosok Broken yang sudah jatuh tergeletak di jalan, 
Dengan sekuat tenaga aku berlari dan bergabung melawan geng brengsek itu. perkelahian pun tak terelahkan lagi. banyak korban berjatuhan di kedua kelompok.  
Ayu datang  menghampiriku dengan air mata
 “Jadi ini yang Mas janjiin ke Ayu?? Hah. Katanya mau berubah? Katanya mau lebih baik, tapi mana? Bentaknya
“ Heiiiiiii... Lo buta, nggak liat keadaan sekarang?? Masa gue diam aja, pikir dong? Pake otak.” 
“Oh, iya Mas, Ayu ngerti kok, mulai sekarang Ayu gak bakalan minta apa-apa lagi, terserah Mas aja, mo ngapain. sekaranggg, juga  kita putusss.....
Satu hal yang Ayu mau bilang. Kalau dendam dibalas dendam selamahnya tidak akan pernah berakhir,  dan kalau mas masih tetap seperti ini hidup mas nggak akan pernah berubah, ingat itu”.

“Tok..tok.. permisi Pak”.
Terdengar suara ketukan di pintu kantor. Ingatanku ku berhamburan, alam nyata membawa ku lari dari lamunan. Inilah keadaan saat ini. Jam dinding menunujukan pukul 02:23 wit. ku coba bangkit dan menuju ke pintu. rupanya Edi, salah satu staf  kepresidenan yang paling aku percayai.
“Iya kenapa, Edi?? Sahutku  seraya membuka pintu, 
“Ini pak ada undangan dari PBB katanya akan di laksanakan rapat dengan seluruh pemimpin –pemimpin negara besok pagi pukul 08:00 di New York Pak. Olehnya itu diminta kesediaan bapak  untuk menghadiri acara tersebut.” Terangnya.

“SELESAI”

No comments:

Post a Comment